Pengertian Nirmana
Nirmana adalah tata unsur-unsur rupa seperti garis, bentuk, warna dan tekstur menjadi satu kesatuan yang tampak indah atau memberikan dampak yang diharapkan. Kata “nirmana” berasal dari dua kata yaitu, “nir” yang berarti tanpa atau tidak, dan “mana” yang berarti bentuk, arti, atau makna. Jadi, nirmana adalah sesuatu yang awalnya tidak memiliki bentuk atau makna dan dapat diolah menjadi karya rupa melalui pengolahan unsur-unsur rupa berdasarkan asas atau prinsipnya.
Teori ini biasanya dihadirkan dalam pembelajaran yang berbentuk praktikum, karena desainer atau seniman adalah seorang praktisi. Nirmana bertujuan untuk melatih kemampuan mahasiswa untuk menyusun berbagai unsur seni menjadi kesatuan yang indah atau sesuai dengan maksud dan tujuan dari penciptaan karya. Namun demikian, teori ini juga dapat digunakan untuk melakukan analisis ilmiah untuk keperluan penelitian ilmiah atau kritik seni.
Kebiasan Nirmana dan Asas Desain
Istilah nirmana sebetulnya hanya kata ganti dari hasil terjemahan Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Istilah Nirmana secara konteks sosial seni intinya adalah Asas/Prinsip/Pegangan kebenaran untuk merancang. Posisikan diri Anda untuk menerjemahkan judul berikut: “Principle of Two-Dimensional Design”. Mudahnya terjemahan dari judul tersebut adalah: Prinsip desain dua dimensi. Namun Terjemahan sederhana seperti itu memuat banyak problematika Bahasa. Yang dua dimensi itu apa? desain? desain itu merancang, mengapa kata kerja merancang memiliki dimensi?Istilah Two-Dimensional pada Bahasa Inggris telah mewakili kata benda yang memiliki ruang dua dimensi tersebut. Namun pada bahasa Indonesia, objek yang memiliki ruang dua dimensi itu tidak ada. Maka dibuatlah istilah Nirmana sebagai kata ganti dari kata benda yang memiliki ruang. Sehingga dapat memberikan penerjemahan yang lebih tepat, yaitu: Prinsip-prinsip Merancang Nirmana Dua Dimensi. Terjemahan yang digunakan sebenarnya menurut buku Wucius Wong terjemahan Adjat Sakri adalah: “Beberapa Asas Merancang Nirmana Dwimatra” yang intinya sama saja.
Jenis Nirmana
Seperti yang telah dibahas diatas, nirmana memiliki dua jenis ruang yang berbeda, dua ruang tersebut adalah nirmana dwimatra (dua dimensi) dan nirmana trimatra (tiga dimensi) yang akan dipaparkan di bawah ini.Nirmana Dwimatra
Dwimatra berarti dua dimensi, artinya nirmana dwimatra adalah unsur dan asas desain yang diperuntukan pada karya yang memiliki ruang dua dimensi. Pada ruang ini asas-asas tidak hanya digunakan untuk menyusun suatu karya yang indah saja. Tata letak prinsip seni digunakan juga untuk mengatur tata wimba (gambar) sebagai pengungkapan makna atau pesan yang ingin dikomunikasikan. Lengkapnya, dapat dibaca di:
Nirmana Trimatra
Nirmana trimatra adalah unsur dan asas desain yang diperuntukan pada karya yang memiliki ruang tiga dimensi. Isi unsur dan prinsipnya juga sebetulnya hampir sama dengan versi dua dimensinya, namun karena ruang ini memiliki dimensi lebih, maka ada beberapa sedikit tambahan. Beberapa tambahan tersebut disesuaikan dengan dimensi lebih yang terdapat pada ruang tiga dimensi.
Unsur/Elemen Nirmana
Nirmana terdiri dari beberapa unsur yang dapat diolah menjadi satu kesatuan yang indah atau sesuai dengan dampak yang diinginkan ketika merancang. Sebetulnya sulit untuk melihat berbagai unsur tersebut secara terpisah pada desain atau karya yang nyata. Karena unsur tersebut bersifat abstrak sebelum disatukan sehingga membentuk karya atau desain. Namun dengan mengerti dan melihat unsur secara terpisah dari kesatuan akan membuat kita lebih memahami praktik penerapan prinsip atau asas-nya. Berikut adalah beberapa unsur tersebut:- Titik
- Garis
- Bidang
- Gempal/Volume
- Ruang
- Gelap Terang/Value
- Tekstur/Barik
- Warna
Asas/Prinsip Nirmana
Prinsip atau asas nirmana adalah berbagai tata cara yang dilakukan agar unsur yang disusun menjadi indah atau sesuai tujuan penciptaannya. Prinsip nirmana sendiri terdiri dari :
- Keseimbangan
- Kesatuan/Keselarasan/Harmony
- Penekanan/Emphasis/Center of Interest
- Irama/Ritme/Rythm
- Proporsi
- Kontras
- Kesederhanaan/Simplicity
- Kejelasan/Clarity/Discoverability
Fungsi dan Manfaat Nirmana
Pentingnya Nirmana berfungsi sebagai acuan dasar yang dapat diterapkan untuk perancangan desain atau karya yang indah, dengan memahami unsur dan alasan yang membuat suatu komposisi tampak bagus dan indah. Yang menjadi soal utama adalah asas atau prinsip seni dan desainnya sendiri, namun prinsip tersebut tentunya harus diterapkan pada elemen-elemen seni dan desain: garis, bentuk, bidang, warna, dsb.Sebetulnya yang utama dari proses kreatif adalah insting, resapan, selera, sensitifitas terhadap keterhubungan visual alias kreativitas dari desainer atau seniman-nya sendiri. Namun tidak semua orang memiliki pengalaman dan lingkungan yang menunjang dalam tahap pengembangan insting kreativitas tersebut. Nirmana biasanya dikemas dalam praktikum untuk melatih dan mengasah kreativitas mahasiswa.
Sementara itu seseorang yang telah memiliki insting dan daya kreativitas yang cukup tinggi juga akan memiliki semakin banyak ruang gerak dalam berkreasi hanya dengan mau memahami berbagai unsur dan asas nirmana. Karena nirmana adalah esensi dan catatan yang disimpulkan dari berbagai desain dan karya seni yang telah berhasil sebelumnya.
Praktikum/Tugas Nirmana
Ilmu ini identik dengan praktikum yang biasanya mengharuskan mahasiswa untuk menyusun objek 3d menggunakan asas seni dan desain pada tugas akhir perkuliahaan. Mahasiswa akan diberi tugas untuk membuat rancangan elemen-elemen desain dua dimensi berdasarkan asas nirmana dwimatra, pilih asas atau prinsip nirmana apa saja yang akan kita gunakan. Coba pilih dua hingga tiga asas, kemudian tentukan unsur yang akan digunakan untuk mengaplikasikan asas.
Contoh Tugas Perancangan Nirmana Dwimatra
Unsur yang digunakan: Garis, Bidang dan Value (Gelap Terang)Asas yang digunakan: Keseimbangan, Kontras, Ritme, Penekanan
Contoh pengerjaan tugas Nirmana Dwimatra yang menggunakan asas: keseimbangan, ritma, kontras, dan penekanan.
Contoh pengerjaan tugas Nirmana Dwimatra yang menggunakan asas: keseimbangan, ritma, kontras, dan penekanan.
Praktiknya Teori itu Tidak Berguna
Betul, nirmana kenyataannya sangatlah tidak praktis. Kenyataan di lapangan tidak akan memberikan kemewahan waktu untuk memikirkan teori. Kalau pun waktunya ada dan teori ini telah kita terapkan, kemungkinan atasan anda juga tidak akan mengerti. User atau kustomer yang merecap desain yang telah kita rancang juga belum tentu bisa melihat perbedaannya, lalu apa gunanya menggunakan teori?Seseorang yang tidak memiliki latar desain dan seni rupa tidak akan mengerti dan mampu merasakan perbedaan aplikasi teori secara langsung. Namun sebetulnya mereka tetap merasakan manfaatnya di alam bawah sadar. Terkadang penyangkalan juga terjadi berdasarkan banyak hal, misalnya reputasi kita sebagai desainer, almamater, lama kita bekerja atau gaya tutur bahasa kita yang kurang meyakinkan.
Pasangkan kaki kita pada sepatu mereka. Konsumen/user hanya akan menggunakan penilaian “bagus” atau “jelek”, “keren” atau “kuno”, “elegan” atau “norak”. Penilaian seperti itu sangatlah subjektif dan relatif. Penilaian itu tidak akan memenuhi selera rata-rata perecap desain yang kita sasar. Sementara desain yang baik dan bekerja harus memenuhi keinginan rata-rata dari target demografi yang kita kejar.
Di sinilah peranan teori objektif seperti Nirmana dibutuhkan. Untuk membuat desain yang meskipun memiliki tema dan tren yang kita anggap tidak sesuai tetap terlihat indah. Desain merupakan dunia yang melekat pada issue dan trend perecapnya. Menggabungkan studi User Experience/UX dengan prinsip desain juga akan mempermudah tercapainya desain yang memenuhi keinginan rata-rata dari semua user atau konsumen.
Studi kasus lain, meskipun karya seni murni bersifat bebas dan biasanya eksperimental hal yang kita kerjakan harus tetap dapat diapresiasi oleh kritikus seni, yang biasanya akan menggunakan analisis formal (analisa berdasarkan elemen dan asas nirmana) untuk meneliti karya yang kita buat. Bahkan ketika seorang seniman murni akan memberontak dan melanggar asas seni, menunjukkan bahwa dirinya benar-benar tahu aturan yang ditinggalkan akan memberikan daya apresiatif lebih pada kritikus/ kurator seni.
Praktik Nyata Nirmana yang Tepat
Teori dan praktik itu berlawanan, karena teori seni dan desain menggunakan logika, sedangkan praktik kreatif itu menggunakan imajinasi. Jangan gunakan teori sebagai kerangka awal untuk desain yang kita kerjakan. Gunakan teori sebagai alat untuk mengembangkan desain yang sedang kita rancang.Jangan batasi imajinasimu dengan teori, luapkan semua imajinasi terlebih dahulu dalam draft kasar. Kemudian baru mulai analisis untuk menentukan kekurangan dari draft yang kita buat dan memperbaiki unsur yang dirasa kurang mengikuti asas-asas seni dan desain. Langkah seperti itu jauh lebih praktikal dibandingkan dengan proses struktural.
Anggap praktikum/tugas Nirmana sebagai latihan atau gladi resik saja, karena pada kenyataannya dunia desain tidak akan memberikan kita cukup waktu untuk menjalankan prosedur struktural. Meskipun demikian, melatih perancangan nirmana akan memberikan kemampuan perancangan yang tampak indah dan efektif dengan lebih cepat, juga semakin meminimalisir kegagalan yang terjadi.
Beberapa orang yang berkesempatan untuk bekerja di firma Desain atu Brand & Identity besar mungkin akan merasakan manfaat langsung pengerjaan desain secara struktural. Perusahaan besar seperti itu biasanya akan membedah banyak unsur dan prinsip terlebih dahulu dalam pengerjaan logo yang diciptakan. Fokus terhadap kerangka bekerja umum dari desainer lain juga akan membantu pekerjaan kita semakin efektif. Misalnya gunakan kerangka umum Material Design dari Google untuk pengerjaan desain User Interface Aplikasi Mobile.
Studi Kasus
Suatu hari pada meeting website re-design di perusahaan berbasis usaha Business to Business, Managing Director di perusahaan tersebut memperlihatkan beberapa contoh desain website yang dianggap bagus baginya untuk dijadikan referensi desain baru website perusahaan. Dia menyatakan bahwa beberapa website kompetitor lokal memiliki desain yang bagus, keren, trendi atau tampak mewah. Sementara itu ketika ia menelusuri website kompetitor internasional dia menilai bahwa website-website luar justru malah tampak biasa saja dan terlalu simpel. Kata “aneh” sempat muncul pada pernyataannya mengenai website kompetitor internasional.Apa yang seharusnya dilakukan adalah menyamakan medan desain dengan referensi kompetitor yang sesuai dengan perusahaan. Sang desainer lalu membuat desain berdasarkan referensi kompetitor dari luar negeri, karena konten website berbahasa inggris dan perusahaan tersebut juga memang selalu mengerjakan beberapa proyek dari luar negeri. Sayangnya perusahaan menganggap desain yang ia buat masih terlalu kaku dan simpel. Perusahaan menilai bahwa desain tidak sesuai dengan keinginan jajaran Direksi.
Pada kasus yang sering terjadi dan serba salah ini, sebaiknya gunakan visi dari semua atau suara yang paling banyak/terkuat pada perusahaan tersebut. Meskipun ideologi kita tidak sesuai dengan ide tersebut, gunakanlah nirmana untuk mengimbanginya. Perbaiki berbagai kekurangan yang akan terjadi karena gagasan dari suara terbanyak atau terkuat tersebut berlawanan dengan teori yang objektif terhadap penciptaan desain.
Lalu mengapa desain website perusahaan internasional justru lebih simpel, sederhana dan relatif membosankan dibandingkan dengan desain dalam negeri? Tingkat perecapan atau apresiasi perusahaan internasional berbeda dengan Indonesia. Target usaha B2B adalah staff eksekutif keatas di perusahaan kelas dunia lainnya. Perusahaan luar negeri lebih melek desain dan sadar bahwa pengguna website mereka akan mengutamakan citra yang dihasilkan dari desain. Citra formal, serius, tidak main-main, dapat dipercaya. Desain yang harus digunakan adalah desain minimalis yang mengutamakan keterbacaan konten, tidak berantakan oleh foto yang tampak mewah. Menggunakan desain yang terlalu trendi atau mewah justru beresiko disebut “norak” dan melukai citra perusahaan.
Referensi
- Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2009. Nirmana: Elemen-elemen Seni dan Desain (edisi ke-2). Yogyakarta: Jalasutra.
- Wong, Wucius; Penerjemah: Adjat Sakri. 1986. Beberapa asas merancang dwimatra. Bandung: Penerbit ITB.