A. Ragam Pembicaraan Politik
Politisi, professional, atau warga Negara yang aktif, satu hal yang menonjolkannya sebagai komunikator politik adalah mereka berbicara politik. Bagaimana pembicaraan politik itu? David V.J Bell (dalam Nimmo, 1989) meyakini terdapat tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik . Yaitu: pembicaraan kekuasaan; pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan outoritas.
1. Pembicara kekuasaan merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuknya yang khas adalah ”jika anda melakukan X, saya akan melakukan Y.” kunci pembicaraan kekuasaan adalah bahwa ’saya’ mempunyai kemampuan untuk mendukung janji maupun ancaman (baca kekuasaan koersif).
2. Pembicaraan pengaruh merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Bentuknya yang khas adalah ”jika anda melakukan X, maka akan terjadi Y.” Kunci pembicaraan pengaruh adalah bagaimana si pembicara berhasil memanipulasi persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi.
3. Pembicaraan autoritas adalah pemberian perintah. Bentuknya yang khas adalah ” lakukan X” atau ”Dilarang melakukan X”. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara outoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi.
B. Sifat Pembicaraan Politik
1. Kegiatan simbolik: kata-kata dalam pembicaraan politik.
Kegiatan simbolik terdiri atas orang-orang yang menyusun makna dan tanggapan bersama terhadap perwujudan lambang-lambang referensial dan kondensasi dalam bentuk kata-kata, gambar, dan perilaku. Dengan mengatakan bahwa makna dan tanggapan itu berasal dari pengambilan peran bersama, kita meminta perhatian kepada orang untuk memainkan peran. Hal ini berlaku baik bagi lambang politik maupun bagi lambang jenis apapun. Misalnya, orang yang pindah pekerjaan kepada jabatan politik tinggi(presiden, gubernur, anggota DPR, dsb.) akan menggunakan gelar dan kelengkapan kedudukan itu; lambang-lambang itu membantu membentuk kepercayaan, nilai, dan pengharapan sejumlah besar orang mengenai bagamana mereka harus menanggapi jabatan itu. Dengan merangsang orang untuk memberikan tanggapan dengan cara tertentu, untuk memainkan peran tertentu terhadap pemerintah (komunikator politik), dan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan pengharapan mereka, lambang-lambang signifikan memudahkan pembentukan opini publik. Sebagaimana lambang dari pembicaraan politik, kata-kata, gambar, dan tindakan komunikator politik merupakan petunjuk bagi orang-orang bahwa mereka dapat mengharapkan sesama warga negara menanggapi lambang-lambang itu dengan cara tertentu yang sudah dapat diperkirakan.
2. Bahasa: permainan kata dalam pembicaraan politik.
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang (1) tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang), di dalamnya (2) signifikasi itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan (3) lambang-lambang itu digabungkan menurut aturan-aturan tertentu.
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama, ia merupakan instrumen pokok dalam menceritakan realitas. Berger, Peter dan Thomas Luckman (dalam Ibnu Hamad, 2004) meyakini bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam komunikasi politik penggunaan bahasa menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Fiske (1990) dalam Cultural and Communication Studies, menambahkan bahwa penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari perspektif ini, bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetap bahkan menciptakan realitas.
Atas dasar itu, bahas (pembicaraan politik) bisa didayagunakan untuk kepentingan politik. Dalam kehidupan politik, para elit politik selalu berlomba menguasai wacana politik guna memperoleh dukungan massa. Kaum propagandis biasanya paling peduli dengan pengendalian opini publik.
3. Semiotika: makna dan aturan permainan kata politik.
Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil pengaruh dari para peserta komunikasi banyak bentuknya dan menghasilkan berbagai makna, struktur, dan akibat. Studi tentang keragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotika, yakni teori umum tentang tanda dan bahasa. Charles Morris (dalam Nimmo, 1989) menyatakan bahwa semiotika membahas keragaman bahasa dari tiga perspektif: semantika (studi tentang makna); sintaktika ( berurusan dengan kaidah dan struktur yang menghubungkan tanda-tanda satu sama lain; dan pragmatika (analisis penggunaan dan akibat permainan kata).
4. Pragmatika: penggunaan pembicaraan politik.
a. Meyakinkan dan membangkitkan massa: pembicaraan politik untuk pencapaian material.
b. Autoritas sosial: pembicaraan politik untuk peningkatan status.
c. Ungkapan personal: pembicaraan politik untuk identitas.
d. Diskusi publik: pembicaraan politik untuk pemberian informasi.
Daftar Pustaka
Dan Nimmo, 1989, Komunikasi Politik,
Jhon Fiske, 1990, Cultural and Communication Studies,
Ibnu Hamad, 2004, Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa,