A. Pengertian Dampak Isi Media.
Dampak (efek) isi media adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima pesan komunikasi massa. David Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu:
dampak bersifat kognitif (berkaitan pengetahuan dan opini);
dampak bersifat afektif (berkaitan dengan perasaan dan sikap);
dampak atas perilaku.
Secara lebih mendalam, dampak isi media juga perlu dibedakan berdasarkan antara jenis dan arah dampak. McQuail (1987) membedakan jenis dan arah dampak sebagai berikut:
dampak yang diinginkan (konversi);
dampak yang tidak diinginkan;
dampak kecil (bentuk dan intensitasnya);
dampak yang memperlancar perubahan (yang diinginkan atau tidak);
dampak yang memperkuat yang ada (peneguhan);
B. Tipologi Dampak Isi Media
Berbasis pada perpaduan antara dampak yang diinginkan dengan yang tidak diinginkan dipadukan dengan dampak jangka pendek dan panjang, McQuail membuat tipologi dampak isi media sebagai berikut:
Tanggapan individu: proses dimana individu berubah atau menolak perubahan, sebagai tanggapan terhadap pesan yang dirancang untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap, atau perilaku.
Kampanye media: mengisyaratkan situasi dimana sejumlah media untuk mencapai tujuan persuasi atau informasional dalam populasi yang dipilih.
Reaksi individu: konsekuensi pendekatan yang tidak direncanakan atau tidak dapat diperkirakan oleh seseorang terhadap stimulasi media. Konsekuensi ini sebagian besar telah diacu sebagai peniruan dan tindak-pelajaran, khususnya dari tindakan agresif atau kriminal, dan juga gagasan dan perilaku prososial. Jenis dampak lainnya mencakup penggantian aktivitas lain, peniruan gaya dan model, penyatuan diri dengan para pahlawan atau bintang, rangsangan seksual, reaksi terhadap rasa takut, kecemasan, dan gangguan.
Reaksi kolektif: di sini dampak individu yang sama dialami secara serentak oleh banyak orang, yang menimbulkan tindakan bersama, biasanya tindakan yang tidak teratur dan tidak dilembagakan. Dampak yang paling penting timbul dari rasa takut, cemas, dan marah, yang mengakibatkan kepanikan dan kerusuhan sosial.
Penyebaran dalam pembangunan: penyebaran inovasi yang direncanakan untuk kepentingan pembangunan jangka panjang, dengan menggunakan serangkaian kampanye dan sarana pengaruh lainnya, khususnya jaringan hubungan antarpribadi dan struktur wewenang komunitas atau masyarakat.
Distribusi pengetahuan: konsistensi aktivitas media dalam lingkup berita dan informasi bagi pendistribusian pengetahuan di antara berbagai kelompok sosial, kesadaran yang berubah-ubah tentang peristiwa, prioritas yang ditetapkan pada aspek ’realitas’.
Pengendalian sosial: mengacu pada kecenderungan sistematis untuk menyebarkan konformitas terhadap tata tertib yang diterapkan dan menegaskan keabsahan wewenang yang ada.
Sosialisasi: kontribusi media yang tidak formal terhadap pembelajaran dan penerapan norma, nilai, dan harapan yang berlaku bagi perilaku dalam peran sosial dan situasi tertentu.
Penentuan realitas: proses yang serupa sosialisasi, tetapi berbeda karena lebih berkaitan dengan kognisi(pengetahuan dan opini) ketimbang nilai, dan timbul dari kecenderungan sistematis dalam media untuk menyajikan versi realitas yang tidak lengkap dan agak tidak jelas.
Perubahan lembaga: hasil adaptasi yang tidak direncanakan oleh lembaga yang ada terhadap perkembangan dalam media, khususnya yang mempengaruhi fungsi komunikasinya.
C. Sejarah Penelitian Dampak Isi Media.
Perkembangan tentang dampak media dapat dikatakan memiliki natural history, karena perkembangan itu sangat ditentukan oleh suasana waktu dan tempat serta dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan penelitiannya, misal: kepentingan pemerintah dan pembuat undang-undang; kebutuhan industri; aktivitas berbagai kelompok penekan; tujuan propaganda politik dan komersial; tekanan opini politik pada saat bersangkutan; dan model ilmu sosial.
McQuail (1987)mengkategorikan sejarah penelitian dampak isi media ke dalam tiga tahap. Yaitu:
1. Tahap pertama, merentang dari awal abad ke 19 hingga akhir tahun 1930-an. Tahap ini media diasumsikan mempunyai pengaruh yang cukup membentuk opini dan keyakinan, mengubah kebiasaan hidup. Secara aktif media juga membentuk perilaku yang kurang lebih sesuai dengan keinginan orang-orang yang dapat mengendalikan media dan isinya. Pandangan tentang dampak isi media pada tahap ini tidak didasarkan atas pengkajian ilmiah, tetapi atas dasar pengamatan kepopuleran pers serta pengaruhnya dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Keyakinan tersebut dianut bersama dan diperkuat oleh para pengiklan dan petugas propaganda pemerintah selama perang dunia pertama.
Tahap ini dikenal juga dengan Model Efek Tidak Terbatas, dimana komunikasi massa diyakini mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada audiens-nya. Efek tidak terbatas didasarkan pada Teori Peluru (Bullet Theory) serta Teori Jarum Hipodermik. Teori Peluru beranggapan bahwa pesan-pesan komunikasi massa ibarat peluru, jika peluru itu ditembakkan akan mengenai sasaran. Analogi ini menunjukkan bahwa peluru mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam mempengaruhi sasarannya. Sedangkan Teori Jarum Hipodermis[1] menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan dengan jarum kebawah kulit pasien (baca Rakmat: 1994; Nurudin: 2004).
2. Tahap kedua, tahap ini juga dikenal sebagai Model Efek Terbatas (limited effects model), merentang dari tahun 1930-an hingga awal tahun 1960-an. Jenis studi yang diselenggarakan sangat beragam, tetapi perhatian dipusatkan pada kemungkinan penggunaan film dan media lain untuk keperluan persuasi aktif atau penyebaran informasi atau untuk menilai- dengan tujuan pencegahan- dampak yang merusak dalam kaitannya dengan pelanggaran hukum, prasangka, agresi, rangsangan seksual. Joseph Klapper, ilmuwan berpengaruh pada tahap ini, menyimpulkan bahwa komunikasi massa biasanya tidak berfungsi sebagai penyebab dampak audiens yang perlu dan memadai, melainkan berfungsi melalui serangkaian faktor yang menengahi. Faktor sosial dan budaya- norma kelompok, konsep diri, relasi sosial- sebagai faktor menengahi yang mempunyai peran penting dalam membentuk pilihan, perhatian, dan tanggapan dari audiens. Penelitian eksperimental Hovland (1942-1945) untuk menguji efek film terhadap Tentara, menunjukkan bahwa film hanya efektif dalam menyampaikan informasi tetapi tidak efektif dalam mengubah sikap. Riset Cooper dan Jahoda (1947) pada kartun Mr. Biggott menunjukkan bahwa persepsi yang lebih selektif dapat mengurangi efektifitas pesan. Penelitian Lazarfeld (1948), The People’s Choise, menemukan bahwa hubungan pribadi tampak lebih sering dan lebih efektif dari pada media massa dalam mempengaruhi keputusan pemilih[2].
3. Tahap ketiga, tahap ini dikenal juga sebagai Model Efek Moderat (moderate-effects model) dan berlanjut pada Model Efek Perkasa (Powerful Effects Model), mulai dari tahun 1960-an hingga berlangsung sampai saat ini. pengkajian dampak isi media masih terus ditelaah, tanpa menolak kesimpulan dari penelitian sebelumnya, tetapi didasarkan atas perbaikan konsepsi tentang proses sosial, dan media yang mungkin terlibat. Kalau pengkajian pada tahap sebelumnya terlalu bersandar pada model yang menelaah korelasi antara kadar terpaan (exposure) isi tertentu dan perubahan atau variasi sikap, opini, atau informasi yang diukur. Pembaruan penelitian dampak ditandai dengan adanya pergeseran perhatian ke arah: perubahan jangka panjang; kognisis ketimbang sikap dan perasaan; peran yang dimainkan isi, disposisi, dan motivasi sebagai variabel sela (intervening variables); gejala kolektif seperti iklim opini, struktur keyakinan, ideologi, pola budaya dan bahkan bentuk kelembagaan. Tahap ini diawali oleh sanggahan Elihu Katz (1959), sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan bahwa penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati. Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch mempublikasi teori uses and gratifications. Mereka meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw mempelopori penelitian tentang agenda setting, mereka berhasil membuktikan bahwa media massa mempunyai pengaruh dalam menentukan agenda publik.[3]
Pada awal 1970-an, kampanye media massa terbukti mempunyai efek yang penting terhadap sikap dan perilaku. Mendelson (1973) menunjukkan bagaimana kampanye CBS perihal keselamatan pengemudi telah mendorong 35 ribu pemirsa mendaftarkan diri pada kursus latihan mengemudi. Maccoby dan Farquhar (1975) juga membuktikan keberhasilan media massa dalam mengkampanyekan kesehatan untuk mengurangi penderita penyakit jantung. Noelle Neumann (1973) mengumandangkan slogan ”kembali ke konsep media massa yang berpengaruh”. Ia mengatakan bahwa penelitian pada Model Efek Terbatas tidak memperhatikan tiga faktor penting dalam media massa, yaitu: serba ada (ubiquity); kumulasi pesan; dan keseragaman (harmoni) wartawan. Tahap ketiga ini merupakan kebangkitan kembali pemikiran tentang efektvitas komunikasi massa[4].
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak isi media
Faktor individual: selektivitas perhatian, persepsi, ingatan; motivasi dan belajar; kepercayaan, pendapat, nilai-nilai, kebutuhan; persuability; personality and adjustment.
Faktor sosial (Black dan Whitney, dalam Nurudin: 2004)
Daftar pustaka:
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.
Saverin & Tankard, 2001, Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, ed. 5th, Addison Wesley Longman, Inc.
[1] Saverin & Tankard (2001) mencatat bahwa Teori Jarum Suntik (hypodermic needle theory) juga dikenal dengan nama Teori Sabuk Transmisi (transmission belt theory). Pandangan teori ini sederhana dan naïf, dimana memprediksikan dampak pesan-pesan komunikasi massa yang kuat, dan universal (pada semua anggota audien yang kebetulan terekspos pada pesan-pesan tersebut).
[2] Kesimpulan dari penelitian People’s Choice: a. para pemilih yang membuat keputusan di akhir kampanye atau mengubah pendapat mereka selama kampanye mempunyai kemungkinan lebih besar daripada yang lainnya untuk menyebut pengaruh pribadi seperti yang telah digambarkan dalam keputusan mereka; b. pemimpin opini (opinion leader) dijumpai pada setiap tingkat social dan diasumsikan sangat mirip dengan orang-orang yang mereka pengaruhi; c. pemimpin opini didapati lebih terekspos ke media massa daripada orang-orang yang tidak dinyatakan sebagai pemimpin.
[3] Uses and gratification theory dan agenda setting theory merupakan contoh dari model efek moderat dalam konteks model-model efek media massa.
[4] Teori-teori komunikasi massa yang membahas pengaruh pesan media massa terhadap khalayaknya, dalam handsout ini, dibahas pada bab Teori Mikro Komunikasi Massa.